Rabu, 20 Oktober 2010

Peternak Dukung Pelarangan Impor Jeroan 02 Feb 2010

Peternak Dukung Pelarangan Impor Jeroan
02 Feb 2010

* Koran Jakarta
* Nasional

JAKARTA - Perhimpunan Peternak Sapi Kerbau Indonesia (PPSKI) menyambut baik rencana menutup pintu impor daging jeroan ke Indonesia. Impor dinilai bakal memberi dampak negatif bagi harga daging sapi lokal.

"Memang betul masyarakat kita suka jeroan, tapi bukan berarti impornya jor-joran. Nilai kemaslahatannya kurang baik. Dan juga apakah jeroan itu berasal dari RPH (rumah pemotongan hewan) yang sudah diaudit atau belum, atau mungkin belum mendapat sertifikasi halal. Itu perlu dipikirkan," ujar Sekretaris lenderal PPSKI Teguh Boediyana, Senin (1/1).

Pada 2004, dari total impor produk daging sapi sebanyak 48,3 ribu ton sebanyak 36,5 ribu ton atau 75,3 persen di antaranya berupa jeroan. Hanya 11,8 ribu ton yang berupa daging murni. Namun, tahun berikutnya, impor jeroan terus menurun.Pada 2006, porsi impor jeroan tinggal 58,5 persen dari total impor daging sebanyak 62,4 ribu ton. Setahun kemudian, jeroan hanya 13,8 ribu ton atau 21,6 persen dari total impor daging sebanyak 64,0 ribu ton sementara yang 50,2 ribu ton berupa daging.

Pada 2009, porsi impor daging semakin meningkat yakni mencapai 64,1 ribu ton dari total impor 74,7 ribu ton, sebaliknya untuk jeroan semakin menurun yakni tinggal 14,2 persen atau 10,6 ribu ton.Sebelumnya, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia meminta pemerintah melarang impor jeroan dan variety meat sapi. Hal itu bertujuan merangsang upaya swasembada daging nasional. ims/E-2
Entitas terkaitImpor | Indonesia | Industri | Nilai | RPH | Sekretaris | Setahun | Kamar Dagang | PPSKI Teguh | Perhimpunan Peternak Sapi Kerbau Indonesia | Peternak Dukung Pelarangan Impor Jeroan |
Ringkasan Artikel Ini
Pada 2009, porsi impor daging semakin meningkat yakni mencapai 64,1 ribu ton dari total impor 74,7 ribu ton, sebaliknya untuk jeroan semakin menurun yakni tinggal 14,2 persen atau 10,6 ribu ton.Sebelumnya, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia meminta pemerintah melarang impor jeroan dan variety meat sapi.

Jumlah kata di Artikel : 244
Jumlah kata di Summary : 51
Ratio : 0,209

*Ringkasan berita ini dibuat otomatis dengan bantuan mesin. Saran atau masukan dibutuhkan untuk keperluan pengembangan perangkat ini dan dapat dialamatkan ke tech at mediatrac net.

Peternak Indonesia terancam bangkrut

27 Sep 2010

* Nasional
* Pos Kota

MOGOK (Pui Kotti)-Banyuksapi uli Indonesia dikawln-silang dengan Napi aning untuk mengelar pening-katan produktif daging. Kebijakan ini dikhawatirkan akan menurunkan sapi asli Indonesia.

"Padahal jika pemerintah sci ins. produksi daging sapi kita cukup untuk memenuhi kebutuhan dulam negeri, bahkan lusa ekspor," ujar Guru BesarTetap Fakultas Peternakan IPB, Prof. Dr. Ir. Mulando, MSA di Gedung Pascasarjana IPB, Sabtu (25/9).

Mulando menuturkan, selama ini pemerintah justru lebih membudidayakan bibit ternak kawinan yang diperoleh dari spermaternak aning, Sehlnggu us-puk pelestarian ternak Indonesia tidak diperhatikan dan hanya mengejar aspek ekonomi saia. Jika hal itu terus dibiarkan tanpa adanya upaya konservasi, dipastikan akan mombuhuya-kiiii kelangsungan hidup in nak Indonesia Ke depan.

NILAI UNGGUL

"Ternak kita memiliki nilai unggul dan kekhasan, gennya sangat diperlukan. Ayam Indonesia merupakan salah satu dari tiga ayam yang merupakan nenek moyang ayam di dunia, selain Cina dan Asia Selatan," kata Mulando.

Dia juga menjelaskan,hingga saat Ini usupon pangan dumber protein hewani di Indonesia masih sungai rendah Jika dibandingkan dengan negura-negara lain, yakni hanya 14 kg/kaplta/tuhun. Sedangkiui Malaysia mencapai 47 kg/ kaplta/tahun. Ironisnya, untuk memenuhi kebutuhan daging dalam negeri, Indonesia masih mengimpoi susu, ayam, daging sapi dan daging bakalan.

Tahun 2011 rencananya Indonesia akan megimpor 500 ribu ton daging sapi dari Australia dan Selandi Baru. Ini kan sama saja mematikan peternak, bukan sebaliknya didorong dan dibina," katanya, (iwan/si/ird)
Entitas terkaitAsia | Australia | Banyuksapi | Cina | Guru | Indonesia | Kebijakan | MOGOK | MSA | Mulando | Napi | Padahal | Pui | Sehlnggu | Selandi | Ternak | Ayam Indonesia | Gedung Pascasarjana | Indonesia Ke | NILAI UNGGUL | Peternak Indonesia | Sedangkiui Malaysia | Tetap Fakultas Peternakan |
Ringkasan Artikel Ini
Ayam Indonesia merupakan salah satu dari tiga ayam yang merupakan nenek moyang ayam di dunia, selain Cina dan Asia Selatan," kata Mulando. Ironisnya, untuk memenuhi kebutuhan daging dalam negeri, Indonesia masih mengimpoi susu, ayam, daging sapi dan daging bakalan. Tahun 2011 rencananya Indonesia akan megimpor 500 ribu ton daging sapi dari Australia dan Selandi Baru.

Jumlah kata di Artikel : 248
Jumlah kata di Summary : 55
Ratio : 0,222

*Ringkasan berita ini dibuat otomatis dengan bantuan mesin. Saran atau masukan dibutuhkan untuk keperluan pengembangan perangkat ini dan dapat dialamatkan ke tech at mediatrac net.
Pendapat Anda
Pendapat anda mengenai ringkasan artikel ini : Baik Buruk

Peternak sapi dukung swasembada daging 27 Mar 2010

Peternak sapi dukung swasembada daging
27 Mar 2010

* Bisnis Indonesia
* Perdagangan

OLEH MULIA GINTING MUNTHE
Bisnis Indonesia

JAKARTA Himpunan Peternak Indonesia (HPI) siap mendukung program pemerintah di bidang swasembada daging sapi dengan memanfaatkan Kredit Usaha Pembibitan Sapi (KUPS) untuk mengatasi ketergantungan pasokan impor.

Ketua HPI Rudi Prayitno menjelaskan dukungan itu diberikan oleh anggotanya di 33 provinsi. Dengan target 200.000 ekor sapi betina (bibit) yang akan diekspor setiap tahun, maka pada 2020 Indonesia diharapkan sudah bisa swasembada sapi.

"Kebutuhan sapi Indonesia saat ini masih timpang, karena hanya mampu memasok sekitar 30% kebutuhan. Untuk susu, ketergantungan impor malah jauh lebih besar, yakni 80%," ujarnya kemarin. Oleh karena itu HPI siap mendukung program pemerintah dalam swasembada sapi dan susu. Sebab, pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan No. 131/PMK.05/2009 tentang Kredit Usaha Pembibitan Sapi (KUPS) telah mengeluarkan skema kredit bersubsidi.

Peternak yang menjadi anggota HPI akan memanfaatkan secara optimal kredit bersubsidi 5% yang disalurkan melalui Kementerian Pertanian tersebut. Tanpa program KUPS, Rudi pesimistis Indonesia bisa terbebas dari ketergantungan sapi dan susu.

Menurut dia, karena pemotongan sapi tidak berimbang dengan kebutuhan nasional, 30%-70%, beberapa tahun ke depan, ketergantungan impor akan meningkat jika tidak diimbangi dengan program pembibitan. Dia berharap KUPS bisa jadi solusi sehingga Indonesia akan terlepas dari ketergantungan impor pada 2020.

"Sapi yang akan didatangkan 200.000 ekor setiap tahun, bisa melahirkan antara 6 sampai 7 kali. Setelah tidak berepro-duksi lagi, sapi bisa dijadikan konsumsi nasional," ungkapnya. Secara terpisah, Menteri Koperasi dan UKM Sjarifuddin Hasan menjelaskan bahwa instansinya tidak bisa berbuat optimal bagi pembibitan sapi nasional. Program bantuan sapi bagi pelaku usaha kecil menengah (UKM) memang setiap tahun dialokasikan.

"Akan tetapi, jumlahnya sangat terbatas, karena kami hanya berperan sebagai stimulan saja. Sedangkan domain secara umum peningkatan peternakan, ada di Kementerian Pertanian," ujarnya.
Entitas terkaitHPI | Indonesia | Kebutuhan | Kementerian | KUPS | Peternak | Program | Rudi | Sapi | Bisnis Indonesia | Kementerian Pertanian | Menteri Koperasi | Peraturan Menteri Keuangan | UKM Sjarifuddin Hasan | JAKARTA Himpunan Peternak Indonesia | Ketua HPI Rudi Prayitno | Kredit Usaha Pembibitan Sapi | OLEH MULIA GINTING MUNTHE |
Ringkasan Artikel Ini
OLEH MULIA GINTING MUNTHE Bisnis Indonesia JAKARTA Himpunan Peternak Indonesia (HPI) siap mendukung program pemerintah di bidang swasembada daging sapi dengan memanfaatkan Kredit Usaha Pembibitan Sapi (KUPS) untuk mengatasi ketergantungan pasokan impor. Dengan target 200.000 ekor sapi betina (bibit) yang akan diekspor setiap tahun, maka pada 2020 Indonesia diharapkan sudah bisa swasembada sapi. Menurut dia, karena pemotongan sapi tidak berimbang dengan kebutuhan nasional, 30%-70%, beberapa tahun ke depan, ketergantungan impor akan meningkat jika tidak diimbangi dengan program pembibitan.

« Pengusaha Sawit Dukung Rencana Moratorium Hutan CADANGAN DEVISA TURUN JADI 74,6 MILIAR DOLAR » NORWEGIA BAKAL TEKAN RI

Share on Facebook

Posted in Ekonomi & Keuangan by Redaksi on Juni 4th, 2010

Jakarta (SIB)
Norwegia diyakini akan menekan Indonesia untuk mengimpor komoditas dari negara itu di balik komitmen pemberian hibah 1 miliar dollar AS untuk menanggulangi dampak perubahan iklim.
Pengamat ekonomi Firmanzah menegaskan hal itu di Jakarta, Rabu (3/6). Menurut dia, tidak ada negara yang dengan suka rela memberikan dana hibah tanpa persyaratan tertentu.
“Norwegia pasti menginginkan kerja sama yang lebih. Norwegia telah bersepakat untuk mengekspor sapi ke Indonesia. Jangan sampai kejadian seperti sapi Australia yang dipulangkan ke negara asalnya terjadi karena menimbulkan penyakit. Banyak maksud tertentu di balik pemberian dana hibah”, kata Firmanzah.
Saat ini, sekitar 38 persen kebutuhan daging Indonesia dipenuhi dari impor dengan jumlah setara dengan 600 ribu sapi per tahun. Selama ini, Selandia Baru dan Australia merupakan pemasokan utama sapi ke Indonesia.
Namun, pada November tahun lalu di Roma, Menteri Pertanian (Mentan) Suswono sempat bertemu dengan Mentan Norwegia untuk membahas sejumlah persyaratan ekspor sapi ke Indonesia.
Di Yogyakarta, Guru Besar Fakultas Pertanian UGM, M Maksum, mengingatkan tawar-menawar untuk memperoleh hibah dari negara maju seperti Norwegia tidak boleh merugikan Indonesia.
“Lagipula, kita semua perlu menyadari bahwa hibah sebenarnya merupakan kritik tajam tentang ketidakberesan kita dalam mengelola bumi Indonesia sehingga melenceng dari prinsip development objectives (tujuan utama pembangunan)”, jelas dia.
Selain itu, lanjut Maksum, semangat Norwegia untuk memberikan hibah ke Indonesia tidak boleh serta-merta membawa ke satu ekstrem berkelanjutan tanpa peduli dengan keadilan dan pertumbuhan.
Ia mengakui ada beda kepentingan antara Norwegia dan Indonesia. “Tidak merusak ekologi, tapi nyatanya merusak. Norwegia maunya ekologi saja, mengurangi emisi melalui penghutanan. Norwegia tidak butuh lahan dan rakyat. Sungguh kepentingan dua bangsa yang kontras, kalau kita terlalu didikte Norwegia, korban ekonominya bisa sangat fatal”, tegas Maksum.
SESUAI KOMITMEN
Firmanzah yang juga Dekan Fakultas Ekonomi UI itu menambahkan rakyat dapat memantau penggunaan dana hibah dari Norwegia melalui lembaga swadaya masyarakat dan badan pemeriksa yang ditunjuk pemerintah.
“Saat ini pemerintah sudah mempunyai BPK (Badan Pemeriksa Keuangan), kemudian ada KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), ICW (Indonesia Corruption Watch) pasti akan memantau penggunaan dana tersebut agar tidak diselewengkan”, kata dia.
Menko Perekonomian Hatta Rajasa menyatakan hibah dari Norwegia tidak akan membuat Indonesia tertekan. Sebaliknya, hal itu sudah sesuai dengan komitmen Indonesia terkait perubahan iklim yang sudah diteken jauh sebelumnya, yakni akan mengurangi emisi gas rumah kaca hingga 26 persen sampai 2020.
“Ini sudah kita buat road mapnya, dengan atau tanpa bantuan asing”, kata Hatta di Yogyakarta, Rabu.
Hatta menambahkan hibah itu akan dikelola sebuah lembaga independen dengan total dana 200 juta dollar AS yang merupakan tahap pertama dari pengucuran dana. “Selanjutnya dana akan turun sampai 2016. Kita sudah memiliki pengalaman dengan Aceh”. (KJ/c)

This entry was posted on Jumat, Juni 4th, 2010 at 04:15 and is filed under Ekonomi & Keuangan. You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. Both comments and pings are currently closed.

Bantuan Finansial Untuk Indonesia Australia dan Jepang Tingkatkan Bantuan Finansial Untuk Indonesia

Ekonomi dan Bisnis
27-04-2010

Penulis : Rachmat Adhani-GFI

Seiring dengan program-program Pemerintahan SBY, dukungan dari negara-negara maju terus mengalir. Beberapa waktu lalu, Australia dan Jepang merealisasikan bantuannya dengan nilai masing-masing sebesar AUSD 30 juta dan 113,94 miliar Yen.

Program Pemerintah Australia dalam memberikan tambahan hibah kepada Indonesia sebesar AUSD 30 juta bertujuan mendanai program-program penyelamatan hutan, sejalan dengan kerjasama memitigasi dampak perubahan iklim.

“Ada AUSD 30 juta yang sudah akan dicairkan dalam bentuk grant (hibah) untuk program kehutanan,” ujar Menko Perekonomian Hatta Rajasa. Ia menambahkan bahwa Indonesia menegaskan komitmennya untuk meningkatkan volume perdagangan kedua negara, pendidikan dan kerja sama mitigasi perubahan iklim, termasuk isu tanggap bencana di kawasan Timur dan Barat Indonesia.

“Kita juga menegaskan keinginan mengembangkan quick response terhadap disaster di Timur dan Barat wilayah Indonesia, karena sudah ada preliminary bantuan-bantuan tentang disaster dari Australia,” jelasnya. Untuk kerja sama di bidang perdagangan, diharapkan ada investasi masuk ke Indonesia dari para pemodal Australia, terutama di sektor usaha peternakan sapi.

“Kita mengharapkan Australia bisa berinvestasi dalam hal ini. Bisa dalam investasi teknologi maupun bibit unggul. Nanti masih akan bisa berkembang,” kata dia.

Sementara itu komitmen Pemerintah Jepang membantu Indonesia dalam berbagai proyek selama Tahun 2009 tercatat mencapai nilai 113,94 miliar yen, belum termasuk bantuan dalam bentuk hibah senilai 5,08 miliar Yen.

Bentuk bantuan diberikan antara lain membangun tempat pembuangan akhir di kawasan kota terpadu Mamminasata (Makassar, Gowa, Maros, dan Takalar) yang menghabiskan dana 3,5 miliar Yen dengan bunga 0,65% per tahun dengan masa pembayaran kembali 40 tahun, kata Kepala Kantor Konsuler Jepang Nomura Noboru di Makassar.

Proyek lainnya adalah pembangunan fasilitas dan lokasi untuk mengubah arus listrik searah menjadi arus listrik dua arah di jalur Pulau Jawa-Bali dan Sumatera senilai 36,994 juta Yen dengan bunga per tahun 1,4% dan masa pengembalian 30 tahun.

Pembangkit listrik tenaga panas bumi di Lumut Balai Provinsi Sumatera Selatan senilai 26,9 miliar Yen dengan bunga 0,3% dan masa pengembalian 30 tahun. Kemudian, 37,444 miliar Yen untuk membantu kebijakan penanggulangan perubahan iklim di Indonesia.

Bantuan lain adalah bantuan untuk mendukung upaya pemerintah Indonesia menuju pertumbuhan ekonomi dan mengurangi kemiskinan yang dikerjasamakan dengan Bank Dunia senilai 8,96 miliar Yen dengan bunga 0,7% dan masa pembayaran kembali selama 15 tahun.

Sementara itu, untuk proyek yang termasuk dalam nilai hibah adalah proyek pembangunan jembatan penyangga di Provinsi Nusa Tenggara Barat senilai 492 juta Yen untuk mendorong peningkatan taraf hidup masyarakat. Proyek pembangunan kembali jembatan yang rusak akibat gempa di Pulau Nias Sumatera Utara senilai 1,52 miliar Yen. Pembangunan kembali sekolah di Padang, Sumatera Barat yang rusak akibat gempa senilai 549 juta Yen.

Lainnya adalah pengelolaan lahan hutan kritis sebesar satu miliar Yen, restorasi bencana banjir, satu miliar Yen dan 520 juta Yen untuk memperkuat ketahanan pangan di Indonesia berupa penyediaan pupuk kalium dengan harga terjangkau untuk petani miskin. Proyek-proyek ini masuk ke dalam Inisiatif Hatoyama yang diajukan oleh Perdana Menteri Yukio Hatoyama pada KTT PBB tentang perubahan iklim pada September 2009. (dni/ant/bis/ifb)

Aliran Dana dari Negeri Seberang

22 July 2009


22 July 2009


Setiap tahun, puluhan miliar rupiah dana hibah datang dari luar negeri bagi pengembangan agribisnis.

Perkembangan agribisnis nasional nyatanya mendapat perhatian dari beberapa negara asing. Sebut saja Jepang, Belanda, dan Australia, yang berduyun-duyun mengucurkan dana hibahnya ke Indonesia. Meski dengan cara, bentuk, target, nominal, dan waktu program berbeda, tetapi hasilnya banyak berdampak positif.

Langsung Petani

Kerajaan Belanda melalui Indonesia-Netherland Association (INA) membentuk program Horticulture Partnership Support Program (HPSP). Menurut M. Haryadi Setiawan, sang Manajer Program, HPSP memiliki tujuan mengembangkan kemitraan. Khususnya antara petani hortikultura dengan sektor swasta melalui bantuan inovasi teknologi dan akses jejaring.

“Berawal tahun 2004, ada permintaan dari pelaku bisnis di Indonesia untuk mendapatkan dukungan dalam bidang inovasi teknologi dan penguatan kemitraan. HPSP ada berdasarkan kebutuhan petani, bukan kami yang mengeset program,” jelas Haryadi.

Selain dari pihak kerajaan, sumber pendanaan HPSP disokong tiga lembaga lain. Seperti Agriterra, sebuah asosiasi petani di Belanda, yang bermisi membantu sesama petani dari negara berkembang. Lalu Cordaid, lembaga swadaya masyarakat yang fokus pada perbaikan sosial ekonomi petani kecil. Terakhir adalah Yayasan Rabobank.

Dalam periode 2005—2007 setidaknya ada 15 kemitraan yang telah dibantu. Perode 2008—2009, jumlahnya bertambah menjadi 17 kemitraan, tersebar di seluruh nusantara. Dijelaskan Haryadi, tiap periode, HPSP mengucurkan dana hingga Rp500 juta per kemitraan. “Tiap fase dana yang langsung diberikan pada kemitraan berkisar Rp7 miliar. Dari jumlah itu, Rp5 miliar dalam bentuk tunai yang diterima langsung oleh petani. Sisanya untuk bantuan teknis seperti mendatangkan tenaga ahli,“ paparnya.

Jadi, petani sayuran, buah, tanaman hias, dan tanaman obat, bisa mengajukan proposal bantuan ke HPSP untuk pengembangan bisnisnya. Andai lolos seleksi, dana akan dialirkan langsung ke petani. Selama proyek berlangsung, HPSP memberikan pendampingan dengan menerjunkan teknisi kompeten dari lokal.

Dalam program HPSP, memungkinkan didatangkan tenaga ahli asing. Misalnya dari lembaga pensiunan ahli dari berbagai sektor agribisnis di Belanda. “Para pensiunan itu mau jadi sukarelawan ke negara berkembang. Kita hubungkan sehingga petani bisa mengundang mereka. Transpor dan biaya konsultasi ditanggung HPSP, petani hanya menyediakan tempat tinggal dan komsumsi saja,“ papar Haryadi.

Program itu juga menawarkan jejaring bisnis, terutama untuk pasar ekspor Eropa. Salah satunya dengan CBI, suatu lembaga di Eropa yang mempromosikan impor produk dari negara berkembang. Seperti yang dirasakan kelompok Telapak di Bogor, mitra binaan HPSP yang mendapat akses ekspor kumis kucing ke Perancis.

Antarpemerintah

Selain Belanda, Jepang dan Australia juga mengucurkan bantuan dalam program berbeda. Negeri Matahari Terbit membentuk Japan International Coorporation Agency (JICA). Sedangkan Negeri Kanguru mendirikan Australian Centre for International Agricultural Research (ACIAR).

Berbeda dengan HPSP, bantuan permodalan dari JICA dan ACIAR disalurkan dengan pola pemerintah ke pemerintah. Jadi, petani tidak bisa mengakses langsung dana tersebut.

Bantuan ACIAR lebih menekankan pada penerapan kebijakan serta penelitian dan pengembangan teknis untuk mendukung pertumbuhan ekonomi di bidang pertanian, kehutanan, dan perikanan. “Kami duduk bareng pemerintah Indonesia membahas persoalan yang dihadapi petani, dan yang bisa kami bantu,“ terang Mirah Nuryati, Stakeholder Relationship Manager ACIAR.

Meski mengaku baru fokus mengurusi proyek agribisnis beberapa tahun belakangan, menurut Mirah, bantuan ACIAR sudah berjalan sejak 1984. Program ini juga bergulir di beberapa negara Asia lain, seperti Vietnam, Filipina, China, dan India. Sejak 25 tahun silam sampai sekarang, sudah ada 184 proyek kerjasama yang rampung dikerjakan di Indonesia. Tahun ini masih berjalan 50 proyek lagi.

“Tujuan utama kami adalah membantu meningkatkan pendapatan terutama petani kecil. Kan lebih senang melihat tetangga yang makmur daripada yang kesulitan,“ tutur Mirah.

Setiap tahun ACIAR menggelontorkan dana hibah AUD$11 juta. Proyek ACIAR lebih banyak dilakukan di Indonesia Timur. Menurut Mirah, selain kesamaan topografi dan klimatologi, ekonomi wilayah itu juga masih dapat dibilang tertinggal. “Fokus kami ada di 6 provinsi, yaitu NTB, NTT, Papua, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, dan Bali,“ bebernya.

Beberapa indikator kinerja ACIAR selama 2008—2009, antara lain pembangunan kembali pusat pengembangan perikanan air payau Ujung Batee Aceh yang hancur akibat tsunami. Selain itu, terbentuknya strategi litbang dalam peningkatan produktivitas dan daya saing industri buah tropis, pengembangan komoditas kentang di Sembalun, NTB, pengembangan sapi bali di NTB dan pengembangan kacang tanah di NTB bekerjasama dengan BPPT serta Garuda Food.

Selama menjalin kerjasama dengan pemerintah Indonesia, Mirah mengaku menghadapi beberapa kendala. Hal paling kentara adalah sistem administrasi di Indonesia yang kacau-balau, ditambah seringnya gonta-ganti personal kelembagaan. Selain itu, koordinasi lintas sektor di negeri ini juga mandek.

Banyak Manfaat

Di tempat terpisah, Makoto Yamane, Representative JICA untuk Indonesia mengatakan, peran JICA adalah memberikan bantuan teknis dan dana yang tidak mengikat. Tujuan utama program ini adalah membangun sumber daya manusia, memperkuat kelembagaan, membantu dalam kebijaksanaan pembangunan dan melakukan penelitian.

Selain hibah, JICA yang sudah ada di Indonesia sejak 1967 itu, juga menyediakan bantuan kredit lunak dan bantuan tenis. Periode 1967—2009, dana hibah yang disalurkan sebanyak 0,44 miliar Yen—23,4 miliar Yen. Sementara kredit lunak sebesar 11,3 miliar Yen—1.000 miliar Yen. “Tahun ini JICA dan Deptan akan bekerjasama dalam pengembangan budidaya mangga gedong gincu,” ungkap Makoto.

Selain itu, Jepang juga menyalurkan bantuan melalui program Counterpart Fund-Second Kennedy Round (CFSKR). Selain penguatan modal, CFSKR memberikan bantuan teknis untuk peningkatan produktivitas, mutu, dan daya saing terutama cabai, jagung, dan sapi. Tahun lalu program CFKSR berkembang di tiga provinsi, yaitu Jabar, Jateng, dan Sumut. Anggarannya mencapai Rp3,4 miliar.

Tahun ini bantuan CFSKR difokuskan untuk pengembangan benih bawang merah di tiga lokasi, NTB, Sulteng, dan Jatim. “Melalui program itu diharapkan tumbuh 30 kelompok penangkar benih bawang merah (600 petani). Sekaligus meningkatkan ketersediaan benih bermutu (bersertifikat) dari 7% menjadi 15%,” ucap Nana Laksana Ranu, Direktur Perbenihan dan Sarana Produksi, Ditjen Hortikultura.

Ahmad Dimyati, Dirjen Hortikultura, mengakui, bantuan asing telah ada sejak lama, bahkan sebelum Ditjen Hortikultura dibangun. Namun, menurutnya, nilai bantuan asing terbilang kecil, dibandingkan anggaran pengembangan hortikultura dari APBN. Meski begitu, lanjut dia, bantuan asing memberikan banyak nilai positif, seperti transfer inovasi teknologi.

Selamet R. Dadang WI, Peni SP, Enny PT, Tri Mardi, Yan S.

Setiap tahun, puluhan miliar rupiah dana hibah datang dari luar negeri bagi pengembangan agribisnis.

Perkembangan agribisnis nasional nyatanya mendapat perhatian dari beberapa negara asing. Sebut saja Jepang, Belanda, dan Australia, yang berduyun-duyun mengucurkan dana hibahnya ke Indonesia. Meski dengan cara, bentuk, target, nominal, dan waktu program berbeda, tetapi hasilnya banyak berdampak positif.

Langsung Petani

Kerajaan Belanda melalui Indonesia-Netherland Association (INA) membentuk program Horticulture Partnership Support Program (HPSP). Menurut M. Haryadi Setiawan, sang Manajer Program, HPSP memiliki tujuan mengembangkan kemitraan. Khususnya antara petani hortikultura dengan sektor swasta melalui bantuan inovasi teknologi dan akses jejaring.

“Berawal tahun 2004, ada permintaan dari pelaku bisnis di Indonesia untuk mendapatkan dukungan dalam bidang inovasi teknologi dan penguatan kemitraan. HPSP ada berdasarkan kebutuhan petani, bukan kami yang mengeset program,” jelas Haryadi.

Selain dari pihak kerajaan, sumber pendanaan HPSP disokong tiga lembaga lain. Seperti Agriterra, sebuah asosiasi petani di Belanda, yang bermisi membantu sesama petani dari negara berkembang. Lalu Cordaid, lembaga swadaya masyarakat yang fokus pada perbaikan sosial ekonomi petani kecil. Terakhir adalah Yayasan Rabobank.

Dalam periode 2005—2007 setidaknya ada 15 kemitraan yang telah dibantu. Perode 2008—2009, jumlahnya bertambah menjadi 17 kemitraan, tersebar di seluruh nusantara. Dijelaskan Haryadi, tiap periode, HPSP mengucurkan dana hingga Rp500 juta per kemitraan. “Tiap fase dana yang langsung diberikan pada kemitraan berkisar Rp7 miliar. Dari jumlah itu, Rp5 miliar dalam bentuk tunai yang diterima langsung oleh petani. Sisanya untuk bantuan teknis seperti mendatangkan tenaga ahli,“ paparnya.

Jadi, petani sayuran, buah, tanaman hias, dan tanaman obat, bisa mengajukan proposal bantuan ke HPSP untuk pengembangan bisnisnya. Andai lolos seleksi, dana akan dialirkan langsung ke petani. Selama proyek berlangsung, HPSP memberikan pendampingan dengan menerjunkan teknisi kompeten dari lokal.

Dalam program HPSP, memungkinkan didatangkan tenaga ahli asing. Misalnya dari lembaga pensiunan ahli dari berbagai sektor agribisnis di Belanda. “Para pensiunan itu mau jadi sukarelawan ke negara berkembang. Kita hubungkan sehingga petani bisa mengundang mereka. Transpor dan biaya konsultasi ditanggung HPSP, petani hanya menyediakan tempat tinggal dan komsumsi saja,“ papar Haryadi.

Program itu juga menawarkan jejaring bisnis, terutama untuk pasar ekspor Eropa. Salah satunya dengan CBI, suatu lembaga di Eropa yang mempromosikan impor produk dari negara berkembang. Seperti yang dirasakan kelompok Telapak di Bogor, mitra binaan HPSP yang mendapat akses ekspor kumis kucing ke Perancis.

Antarpemerintah

Selain Belanda, Jepang dan Australia juga mengucurkan bantuan dalam program berbeda. Negeri Matahari Terbit membentuk Japan International Coorporation Agency (JICA). Sedangkan Negeri Kanguru mendirikan Australian Centre for International Agricultural Research (ACIAR).

Berbeda dengan HPSP, bantuan permodalan dari JICA dan ACIAR disalurkan dengan pola pemerintah ke pemerintah. Jadi, petani tidak bisa mengakses langsung dana tersebut.

Bantuan ACIAR lebih menekankan pada penerapan kebijakan serta penelitian dan pengembangan teknis untuk mendukung pertumbuhan ekonomi di bidang pertanian, kehutanan, dan perikanan. “Kami duduk bareng pemerintah Indonesia membahas persoalan yang dihadapi petani, dan yang bisa kami bantu,“ terang Mirah Nuryati, Stakeholder Relationship Manager ACIAR.

Meski mengaku baru fokus mengurusi proyek agribisnis beberapa tahun belakangan, menurut Mirah, bantuan ACIAR sudah berjalan sejak 1984. Program ini juga bergulir di beberapa negara Asia lain, seperti Vietnam, Filipina, China, dan India. Sejak 25 tahun silam sampai sekarang, sudah ada 184 proyek kerjasama yang rampung dikerjakan di Indonesia. Tahun ini masih berjalan 50 proyek lagi.

“Tujuan utama kami adalah membantu meningkatkan pendapatan terutama petani kecil. Kan lebih senang melihat tetangga yang makmur daripada yang kesulitan,“ tutur Mirah.

Setiap tahun ACIAR menggelontorkan dana hibah AUD$11 juta. Proyek ACIAR lebih banyak dilakukan di Indonesia Timur. Menurut Mirah, selain kesamaan topografi dan klimatologi, ekonomi wilayah itu juga masih dapat dibilang tertinggal. “Fokus kami ada di 6 provinsi, yaitu NTB, NTT, Papua, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, dan Bali,“ bebernya.

Beberapa indikator kinerja ACIAR selama 2008—2009, antara lain pembangunan kembali pusat pengembangan perikanan air payau Ujung Batee Aceh yang hancur akibat tsunami. Selain itu, terbentuknya strategi litbang dalam peningkatan produktivitas dan daya saing industri buah tropis, pengembangan komoditas kentang di Sembalun, NTB, pengembangan sapi bali di NTB dan pengembangan kacang tanah di NTB bekerjasama dengan BPPT serta Garuda Food.

Selama menjalin kerjasama dengan pemerintah Indonesia, Mirah mengaku menghadapi beberapa kendala. Hal paling kentara adalah sistem administrasi di Indonesia yang kacau-balau, ditambah seringnya gonta-ganti personal kelembagaan. Selain itu, koordinasi lintas sektor di negeri ini juga mandek.

Banyak Manfaat

Di tempat terpisah, Makoto Yamane, Representative JICA untuk Indonesia mengatakan, peran JICA adalah memberikan bantuan teknis dan dana yang tidak mengikat. Tujuan utama program ini adalah membangun sumber daya manusia, memperkuat kelembagaan, membantu dalam kebijaksanaan pembangunan dan melakukan penelitian.

Selain hibah, JICA yang sudah ada di Indonesia sejak 1967 itu, juga menyediakan bantuan kredit lunak dan bantuan tenis. Periode 1967—2009, dana hibah yang disalurkan sebanyak 0,44 miliar Yen—23,4 miliar Yen. Sementara kredit lunak sebesar 11,3 miliar Yen—1.000 miliar Yen. “Tahun ini JICA dan Deptan akan bekerjasama dalam pengembangan budidaya mangga gedong gincu,” ungkap Makoto.

Selain itu, Jepang juga menyalurkan bantuan melalui program Counterpart Fund-Second Kennedy Round (CFSKR). Selain penguatan modal, CFSKR memberikan bantuan teknis untuk peningkatan produktivitas, mutu, dan daya saing terutama cabai, jagung, dan sapi. Tahun lalu program CFKSR berkembang di tiga provinsi, yaitu Jabar, Jateng, dan Sumut. Anggarannya mencapai Rp3,4 miliar.

Tahun ini bantuan CFSKR difokuskan untuk pengembangan benih bawang merah di tiga lokasi, NTB, Sulteng, dan Jatim. “Melalui program itu diharapkan tumbuh 30 kelompok penangkar benih bawang merah (600 petani). Sekaligus meningkatkan ketersediaan benih bermutu (bersertifikat) dari 7% menjadi 15%,” ucap Nana Laksana Ranu, Direktur Perbenihan dan Sarana Produksi, Ditjen Hortikultura.

Ahmad Dimyati, Dirjen Hortikultura, mengakui, bantuan asing telah ada sejak lama, bahkan sebelum Ditjen Hortikultura dibangun. Namun, menurutnya, nilai bantuan asing terbilang kecil, dibandingkan anggaran pengembangan hortikultura dari APBN. Meski begitu, lanjut dia, bantuan asing memberikan banyak nilai positif, seperti transfer inovasi teknologi.

Selamet R. Dadang WI, Peni SP, Enny PT, Tri Mardi, Yan S.

DANA HIBAH UNTUK INDUSTRI HUTAN

Australia Hibahkan AUS$30 Juta untuk Industri Hutan
Senin, 08 Maret 2010 18:27 WIB 0 Komentar 0 0
Penulis : Ririn Radiawati Kusumua

CETAK

KIRIM

FACEBOOK

Buzz up!
Australia Hibahkan AUS30 Juta untuk Industri Hutan

MI/Amiruddin Abdullah
JAKARTA--MI: Australia memberikan tambahan hibah untuk industri hutan di Indonesia sebesar Aus$30 juta.

"Australia akan menambah bagian di industri sebesar Aus$30 juta. Itu nanti akan masuk ke Kementerian Kehutanan," ujar Menko Perekonomian Hatta Rajasa di gedung Menko Perekonomian, Senin (8/3).

Dia mengatakan, selain pembicaraan mengenai hibah dan ekonomi, kunjungan Presiden SBY ke Australia minggu ini juga akan membahas peningkatan volume perdagangan dan isu perubahan iklim. "Kami juga membicarakan hal yang terkait keinginan mengembangkan quick response terhadap disaster di timur dan barat. Karena sudah ada primilenary bantuan-bantuan tentang disaster," imbuhnya.

Untuk perdagangan, lanjutnya, rencananya akan membahas mengenai swasembada pangan tingkat dua dan swasembada sapi. "Kami mengharapkan Australia bisa berinvestasi dalam hal ini," kata dia.

Investasi tersebut bisa diberikan dalam bentuk investasi teknologi maupun bibit unggul. "Nanti masih akan bisa berkembang," kata dia.

Presiden SBY berencana untuk mengunjungi Australia dan Papua Nugini selama seminggu. Kunjungan tersebut ditujukan untuk kerjasama bilateral antara Indonesia dengan kedua negara. (RR/OL-04)

HIMPUNAN PETERNAK SAPI INDONESIA

Peternak sapi dukung swasembada daging
27 Mar 2010

* Bisnis Indonesia
* Perdagangan

OLEH MULIA GINTING MUNTHE
Bisnis Indonesia

JAKARTA Himpunan Peternak Indonesia (HPI) siap mendukung program pemerintah di bidang swasembada daging sapi dengan memanfaatkan Kredit Usaha Pembibitan Sapi (KUPS) untuk mengatasi ketergantungan pasokan impor.

Ketua HPI Rudi Prayitno menjelaskan dukungan itu diberikan oleh anggotanya di 33 provinsi. Dengan target 200.000 ekor sapi betina (bibit) yang akan diekspor setiap tahun, maka pada 2020 Indonesia diharapkan sudah bisa swasembada sapi.

"Kebutuhan sapi Indonesia saat ini masih timpang, karena hanya mampu memasok sekitar 30% kebutuhan. Untuk susu, ketergantungan impor malah jauh lebih besar, yakni 80%," ujarnya kemarin. Oleh karena itu HPI siap mendukung program pemerintah dalam swasembada sapi dan susu. Sebab, pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan No. 131/PMK.05/2009 tentang Kredit Usaha Pembibitan Sapi (KUPS) telah mengeluarkan skema kredit bersubsidi.

Peternak yang menjadi anggota HPI akan memanfaatkan secara optimal kredit bersubsidi 5% yang disalurkan melalui Kementerian Pertanian tersebut. Tanpa program KUPS, Rudi pesimistis Indonesia bisa terbebas dari ketergantungan sapi dan susu.

Menurut dia, karena pemotongan sapi tidak berimbang dengan kebutuhan nasional, 30%-70%, beberapa tahun ke depan, ketergantungan impor akan meningkat jika tidak diimbangi dengan program pembibitan. Dia berharap KUPS bisa jadi solusi sehingga Indonesia akan terlepas dari ketergantungan impor pada 2020.

"Sapi yang akan didatangkan 200.000 ekor setiap tahun, bisa melahirkan antara 6 sampai 7 kali. Setelah tidak berepro-duksi lagi, sapi bisa dijadikan konsumsi nasional," ungkapnya. Secara terpisah, Menteri Koperasi dan UKM Sjarifuddin Hasan menjelaskan bahwa instansinya tidak bisa berbuat optimal bagi pembibitan sapi nasional. Program bantuan sapi bagi pelaku usaha kecil menengah (UKM) memang setiap tahun dialokasikan.

"Akan tetapi, jumlahnya sangat terbatas, karena kami hanya berperan sebagai stimulan saja. Sedangkan domain secara umum peningkatan peternakan, ada di Kementerian Pertanian," ujarnya.
Entitas terkaitHPI | Indonesia | Kebutuhan | Kementerian | KUPS | Peternak | Program | Rudi | Sapi | Bisnis Indonesia | Kementerian Pertanian | Menteri Koperasi | Peraturan Menteri Keuangan | UKM Sjarifuddin Hasan | JAKARTA Himpunan Peternak Indonesia | Ketua HPI Rudi Prayitno | Kredit Usaha Pembibitan Sapi | OLEH MULIA GINTING MUNTHE |
Ringkasan Artikel Ini
OLEH MULIA GINTING MUNTHE Bisnis Indonesia JAKARTA Himpunan Peternak Indonesia (HPI) siap mendukung program pemerintah di bidang swasembada daging sapi dengan memanfaatkan Kredit Usaha Pembibitan Sapi (KUPS) untuk mengatasi ketergantungan pasokan impor. Dengan target 200.000 ekor sapi betina (bibit) yang akan diekspor setiap tahun, maka pada 2020 Indonesia diharapkan sudah bisa swasembada sapi. Menurut dia, karena pemotongan sapi tidak berimbang dengan kebutuhan nasional, 30%-70%, beberapa tahun ke depan, ketergantungan impor akan meningkat jika tidak diimbangi dengan program pembibitan.

Jumlah kata di Artikel : 306
Jumlah kata di Summary : 80
Ratio : 0,261

*Ringkasan berita ini dibuat otomatis dengan bantuan mesin. Saran atau masukan dibutuhkan untuk keperluan pengembangan perangkat ini dan dapat dialamatkan ke tech at mediatrac net.